Seandainya Bell masih hidup, aku
menebak dia pasti akan geleng-geleng kepala melihat penemuannya berkembang
seperti sekarang. Orang-orang mayoritas hari ini punya kebutuhan baru, gaya
hidup yang baru: menunduk. Aku salah satu yang gila dengan teknologi masa kini.
Kendati begitu, aku selalu berusaha sebijak mungkin dalam penggunaan teknologi
yang semakin hari semakin
berkembang. Contoh sederhananya ialah kehadiran GPS.
Dalam urusan perjalanan, selain
mengandalkan petunjuk dari Tuhan, GPS adalah piranti paling oke yang dapat
difungsikan untuk menjadi teman perjalanan. Dia tahu apa yang ada di depan. Dia
tahu kapan aku harus berbelok, berjalan lurus, bahkan menyetir untuk berjalan
pelan hingga kebut-kebutan. Hebat, ya! Mereka, orang-orang yang ada di belakang
layar sana, adalah orang-orang yang sangat berjasa. Terima kasih.
Minggu, 13 Mei 2018 menjadi hari
terakhir untold project. Bagaimanapun,
besok—Senin—aku harus kembali ke sekolah
Aku kesulitan mengatur waktuku
untuk melanjutkan dokumentasi untold
project bareng Alfa. Keadaan hectic
seperti sekarang, memaksaku untuk menyimpan semua momen di sini (menunjuk kepala).
Singkatnya saja, ya, begini..
Selesai mengantar umi ke
perhentian bus, aku dan Alfa berbelok arah ke simpang lima kota Demak. Aku
menyetir Alfa menuju Masjid Agung Demak, salah satu peninggalan bersejarah kota
ini. Terakhir sebelum sekarang, aku berkunjung ke The Great Mosque of Demak ketika aku kelas dua esempe. Kini, dari
segi bangunan tidak banyak yang berubah. Pun atmosfernya masih kentara. Yang
berbeda adalah, kini aku sudah besar, sudah bisa berinteraksi dengan
orang-orang dewasa pada umumnya.
Memasuki alun-alun, aku melirik ke
arloji, masih pukul enam pagi, matahari masih malu-malu keluar dari
peraduannya. Kendati hari masih agak gelap, orang-orang telah ramai memadati
pinggiran alun-alun. Tua-muda, laki-perempuan, mereka ramai-ramai melakukan
ritual jogging. Aku memarkirkan Alfa
di salah satu sisi jalan. Aku hanya perlu mengeluarkan selembar uang dua ribuan
untuk biaya parkir Alfa. Murah bukan bikinan. Sudah murah, dapat bonus berjumpa
tukang parkir yang menggemaskan. Dia gendut sekali. Hehehe
Melihat Alfa menjadi minoritas,
aku buru-buru mengabadikan momen. Aku terharu. Buat kali pertama, Alfa dikelilingi
oleh plat H. Betapapun dia minoritas, orang-orangnya tidak memandang dia dengan
sorot mata yang tajam. Kadang-kadang, selama di sana, aku sedikit banyak tidak
percaya dapat mengajak Alfa berekskursi sampai ke sini. Banyak ketakutan dan
kecemasan sebelumnya. Namun, aku meyakinkan Alfa bahwa dia diciptakan untuk
menantang kerasnya jalanan, bukannya diam di kandang.
Skip.
Ada banyak sekali pelajaran yang
aku dapatkan selama di Masjid Agung Demak. Semuanya bersumber dari orang-orang
yang aku temui.
Aku berkeliling mengabadikan
momen. Aku melihat ada anak-anak yang berkejar-kejaran di pelataran utama
masjid. Mereka tampak menikmatinya. Aku senang menyaksikan anak-anak
berlari-larian mengejar dan dikejar, lalu berteriak-teriak saat tertangkap. Aku
senang memperhatikan anak-anak berinteraksi dengan teman-temannya secara nyata,
bukan via layar telepon saja.
Di sudut lain, aku menemukan jam
besar di dekat pintu utama masuk ke masjid. Ada dua, di sisi kanan dan kiri.
Sekilas, jam itu tampak mewah. Aku perkirakan harganya mahal. Namun, ada yang
lebih mahal di balik jam itu. Aku melihat ada seseorang bersembunyi di sana,
dalam kekhusukan sujud.
Beranjak dari sujud-sujud di
balik jam, aku berjalan memutar seraya memperhatikan arsitektur masjid. Mataku
menjelajah ke semua penjuru. Sampai di satu titik, lagi-lagi aku dibuat
terharu. Di balik tiang penyangga utama masjid, aku menemukan pemandangan
spiritual yang menguras rasa syukur bisa berkunjung ke sini dan menyaksikan
ketaatan beragama umat manusia. Dalam terpejam, seseorang berkomat-kamit
melantunkan ayat-ayat suci.
Ada lagi cerita tentang menara Demak
dan orang-orang yang beristirahat di bawahnya. Aku senang melihat orang-orang
ngobrol, terlepas dari isi obrolan mereka. Rasa hangat saja, bisa melihat
interaksi nyata. Well, dunia nyata
memang jauh lebih menyenangkan daripada dunia virtual yang sarat dengan
kebohongan.
Selain Demak, kota Temanggung
juga memberi warna lain dalam perjalanan untold
project. Aku tidak ingin bercerita bagaimana kegagalanku mengejar Sindoro
dan Sumbing. Aku sangat terkesan dengan bocah di depan minimarket tempat Alfa rehat
saat aku kelaparan. Akan aku unggah dalam bentuk sajak nanti, setelah ini. Ada
juga kisah tentang petani tembakau dan orang-orang di warung kopi di tepi
jalan. Mereka semua mengagumkan. Well,
yang aku sukai dari negeri ini selain pesona alam dan budayanya, tidak lain
memang keramahan dan kebaikan hati orang-orangnya.
Pwt-Yk-Dmk from 10-13 Mei 2018.
Ps buat Alfa: main kamu kurang
jauh, Alf. Masih lintas kota, belum lintas pulau, apalagi benua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar