“Hay, kenalin nama gue Alysa Rifyka Utami. Kalian bisa panggil gue Rify. Gue pindahan dari Jakarta.” ucapku saat perkenalan di sekolah baruku.
Segera sang guru menyuruhku mengambil ancang-ancang untuk duduk. Teman
pertamaku di SMA Idola adalah Shilla, yang kini duduk tepat di
sebelahku. Dia baik banget, sampai-sampai dia mau meminjamkan buku
catatannya buat gue. Ya maklum lah, gue kan anak baru, tak mungkin buku-buku di sekolah lamaku diboyong juga. Gue nyesel nyaris menolak permintaan bokap buat pindah ke kampung nenek. Ternyata baru hari pertama saja, teman-teman baru gue nyambut meriah. Bokap memang pinter banget bikin gue seneng. Tapi gue
suka ngerasa tabu kalau lagi deket sama anak-anak Idola. Ngomongnya itu
lho...alus bin lirih tak karuan dan beda banget sama Jakarta yang
identik nyablak and suka triak-triak. Hmm..jadi kaya orang gunung yaa? Hahaha..
“Aku pulang dulu ya, Fy...” pamit Shilla padaku.
Waktu memang menandakan jam belajar hari ini telah usai.
“Oke..sampai ketemu besok..” jawabku singkat.
Pak Lim, supir pribadi yang bokap kirim buat gue udah stand by di pintu gerbang sekolah. Segera kumasuki dan berlalu dari sekolah.
“Drrrrttt...drrrtt...” getar hp menandakan panggilan masuk. From mama,
“Iya mah..?”
“Hmm, kebiasaan ya.. salam dulu dong!” perintah mama sekaligus mengingatkan.
“Sorry mah, lupa. Ada apa mah, kalau tanya keadaan Rify, Rify baik-baik saja and
Rify senang di sekolah baru Rify. Ohya, assalamu'alaikum...hehehe”
ucapku sembari nyengir tanpa dosa. Mama hanya tersenyum kecil dan
menutup pembicaraan setelah memastikan aku baik-baik saja.
*****
Hari baru telah datang menyapa. Kalau di Jakarta, gue bangun jam 8. Tapi disini, nenek bangunin gue pukul lima pagi. Nyuruh gue sholat and siap-siap buat berangkat sekolah. Jiaakkhhh...males banget gue. Kali pertama di bangunin sepagi ini. Etapi, gue gak mau kelihatan malas di depan nenek. Malu-maluin orang tua dong. Hehehe...
“Rify berangkat nek, assalamu'alaikum...” pamitku pada nenek dan nenek menjawabnya ramah.
*****
“Doorr....” gurau Shilla mencoba mengagetkanku dari arah depan. Jelas saja gue gak kaget. Lha secara ya, gue lihat Shilla dan Shilla juga tau kalau gue lihat dia. Tapi ya gini, gue jadi ketawa ngakak puas deh. Hahaha...
“Shill, loe kocak juga ye. Agak beda sama anak IDOLA kebanyakan. Btw..gue pingin lho, bisa ngomomg seramah anak-anak disini. Ajarin gue dong!!! yayaya?” pintaku sedikit memaksa pada Shilla. Shilla mengerinyitkan dahinya dan menimpali.
“Yakin kamu, Fy? Hmm, sebenarnya mudah kok. Pertama, jangan bilang loe gue. Anak Idola pasti bakal menganggap kamu sangar.” jelas Shilla menasihatiku.
“oke, gue coba. Terus apalagi, Shill?” pintaku menggebu.
“aku..kamu.. bukan loe..gue! Understand? Next, kamu belajar ngomong yang pelan, kata orang sih, alon-alon asal kelakon. Hehehe..” lanjut Shilla sedikit kocak.
“hmm, iya-iya, aku coba. Ekkhmm,
tes..tes..aku..aku..kamu..kamu..hehehe.. sebentar, kalau pelan-pelan,
ibarat naik kereta tak sampai-sampai dong?” ujarku yakin, tapi Shilla
berbalik menertawakanku.
“Kloneng..kloneng..” bel
pertanda masuk mengeluarkan kebisingannya. Ebuset gila banget, sang guru
langsung masuk. Kali pertama ini aku mengalami peristiwa seperti ini.
Tak ada jeda waktu sedetikpun untuk sekadar bergurau di kelas. Disiplin
sekali. Mungkin begitu lebih tepat. Seketika itu juga, suasana kelas
terfokus pada pelajaran. Kata Shilla, guru Bahasa Inggris ini yang
paling killer, entah bagaimana dan karena alasan apa siswa
Idola memberi gelar itu pada guru yang kukira baik dan menyenangkan ini.
Setelah aku telaah, akhirnya sampai di pertanyaan mengapa Mr.
Jo, sang guru Bahasa Inggris itu memasang tampang perhatian padaku yang
duduk di samping Shilla. Kenapa bisa begitu? Atau jangan-jangan aku yang
Ge-eR mungkin yah? Hahaha.. Jadi Shilla itu pusat perhatian guru-guru
Idola. Dia itu juara umum di SMA Idola. Beruntung banget aku bisa jadi
sahabat baiknya. Bahkan, aku belajar banyak darinya.
“hmm, syukran..” terima kasihku pada Tuhan.
*****
Tidak terasa satu minggu sudah berlalu. Semua kujalani dan rasanya senang. Teman-teman baruku baik selalu padaku.
“Pak Lim, mulai besok Rify ke sekolah naik sepeda titik.”
“Tapi, Non..?”
“Satu lagi, jangan panggil non, panggil Rify saja. Oke pak? Nanti Rify
yang minta ijin ke ayah.” ujarku memaksa. Pak lim hanya mengiyakan
permintaanku dengan tatapan penuh keraguan.
*****
Pagi ini aku bangun tanpa ketukan pintu pertanda nenek menyuruhku untuk
cepat bangun dan menunaikan kewajiban. Hmm, biarpun aku pernah jadi
gadis tomboy, aku juga pintar masak lho..hehehe dan hari ini,
aku yang akan masak untuk nenek. Ungkapan tidak biasa ini akan ku ubah
menjadi kebiasaan untuk hari esok dan seterusnya. Usai itu, tiba saatnya
untuk berpamitan ke sekolah. Segera ku gowes cepat sepeda yang sudah
Pak Lim siapkan sebelumnya.
*****
Tampak halaman sekolah yang luas sudah dipenuhi para siswa yang sedang gladi resik
untuk latihan upacara bendera. Beberapa menit lagi, mereka termasuk
paskibra akan mengemban tugas mulia untuk mengibarkan sang merah putih,
bendera kebanggan Bangsa Indonesia. Semua siswa IDOLA berkumpul dan
upacarapun dimulai. Acara demi acara kulewati dengan hikmad, sampai aku
terpesona pada satu titik. Pemimpin upacara. “Subhalanallah, ganteng
banget.” Aku harus bersabar, sampai upacara usai lalu kuberanikan diri
tuk tanya pada Shilla. Tentang pemuda itu.
“Maksud kamu
Azka? Nah dia itu, pemuda yang aku taksir. Tapi aku cuma diam. Hmm, dia
kapten basket IDOLA.” ujar Shilla sendu. “Dijamin kamu juga naksir deh.
Hehehe...” lanjutnya nyengir kuda di tengah perjalanan menuju kelas.
Aku hanya membalas “hmm..” pada Shilla.
Sang guru datang. Pelajaranpun dimulai. Tapi belum lama itu, suara
ketukan pintu sukses membuyarkan konsentrasi kelas IDOLA. Seorang murid
IDOLA sepertinya membawa kabar agar sang guru meninggalkan kelas untuk
sebuah tugas lain yang kupikir mungkin lebih penting. Sesekali dia
menoleh kearahku dan, “Wah, ganteng banget.” Lagi-lagi aku harus
terpesona pada salah satu siswa IDOLA. Ingin sekali kutanyakan pada
Shilla, tapi aku enggan. Biar jadi tanda Tanya untukku dulu saja.
“Shill, ke kantin yuk, lagian gurunya juga tidak ada toh?” ajakku pada Shilla.
“Hah?” Celetuk Shilla terkejut, karena jam belajar masih berlangsung
dan Shilla tidak biasa meluangkan waktu untuk hal seperti itu.
“Kalau kaget astaghfirullah, bukan ‘Hah’!” ujarku pasti.
“Ohya, hmm..sudah seperti ustadzah nih. ciess..hehehe” gurau Shilla meledekku.
“Hmm, kamu belum tahu kan, nenekku ini orang penting. Biar usia tak
lagi muda, beliau masih menjadi aktifis di Majelis Ta'lim. Tak heran
jika aku sebagai cucunya, berbicara yang nyaris seperti penduduk Arab
dadakan. Hehehe...” toyorku pada Shilla.
***Pulang Sekolah***
Kupikir aku akan pulang bersama Shilla dan bisa sejenak mengajakku
berkeliling kampung dengan sepeda. Sayangnya Shilla kebetulan pagi tadi
diantar. Huuhh..mungkin sudah nasib siang ini aku akan pulang seorang
diri.
Belum jauh dari gerbang sekolah, tampak gadis
kecil memasang tampang bingung di tepi jalan yang tak begitu ramai.
Kudekati ia dan alhamdulillah dia senang berada di
sampingku dan percaya bahwa aku akan mengantarnya pulang. Adik kecil ini
mengajariku banyak hal di setiap tempat yang kami lewati. Ini adalah
kali pertamanya aku merasakan sejuk surga. Haahhh, semua yang kualami
disini serba kali pertama. Dan satu lagi, aku belum pernah mati, so..aku
juga belum pernah yang namanya mencium bau surga seperti apa. Jadi
bagaimana mungkin aku bisa mengatakan bahwa suasana di desa ini seperti
surga? Hahaha... permainan kataku kadang-kadang memang imposible.
“olive...........” Teriakan dari arah belakang seperti memaksaku harus berhenti.
“Kakak? Kakak lama banget sih? Untung ada kakak cantik yang mau
mengantar oliv pulang.” Gerutu gadis manis pemilik nama olive yang kesal
menunggu sang kakak untuk pulang bersama.
“Ya Tuhan, ini pemuda yang tadi.” batinku tersenyum bahagia.
Segera
pemuda itu meminta maaf dan berterima kasih padaku lalu pamit. eh...?
Ya ampun, entah alasan apa yang mengakibatkan pemuda itu berlalu begitu
cepat sampai tas kecil sang adik tertinggal di keranjang sepedaku.
Sesampainya aku di rumah, kubaringkan tubuhku di kasur yang cukup ku
bilang empuk. Terselip ide di benakku, “Apa aku buka saja tasnya ya?
Setidaknya ada petunjuk alamat rumah agar aku bisa mengantar tas ini
lebih cepat.” Langsung saja kubuka tanpa berfikir lebih panjang lagi.
Yang ku tahu, niatku ini baik. Kujumpai ponsel mini, lalu kutemukan satu
nomer di kontaknya. Mungkin ini nomer sang kakak alias pemuda tampan
yang sepertinya aku suka. Tanpa nama, hanya terbaca “my kakak”, langsung
ku kirim pesan.
“ini kakaknya oliv ya? Ini Rify. Tas
oliv tertinggal. Bisa kirimkan alamat, biar nanti aku yang anter.”
begitulah pesan singkatku. Tak perlu menunggu lama, sms balasan kuterima
lebih cepat dari dugaanku.
Hmm..singkat banget. Nyaris tak ada jeda membacanya.
“Mengapa seperti menutupi alamatnya ya? Memangnya dikira aku mau maling
atawa menculik adiknya, oliv?” batinku sedikit kesal.
Astaghfirullah,
kok malah aku yang menggerutu su’uzon? Nenek bilang dalam sebuah
pertanyaanku, kita harus selalu berhusnuzon atau berprasangka baik.
Jadi, ucapanku barusan sepenuhnya tidak benar aku katakan.
*****
Pertemuan itu sudah usai. Tas olive sidah kuberikan. Tak banyak yang
kami bicarakan, kami berlalu dengan urusan kami masing-masing. Sapaan
yang begitu ramah melakat erat bahkan mungkin sampai di dasar sumsum.
Bodohnya, aku tak menanyakan namanya. Padahal, dia memanggilku Rify
dengan penuh santun.
“Huuuhh...ah sudah. Menyesal pun tak ada gunanya.” Pikirku dalam hati.
Ada yang lain setelah pertemuan singkat itu. Akhir-akhir ini, nenek
sering melihatku salah tingkah, bahkan suka senyum-senyum sendiri di
ruang tidurku yang cukup luas.
“Cucu nenek sedang jatuh cinta ya?” ujar nenek melihatku tabu.
“Hmmm, nek Rify pingin tanya...boleh tidak kalau Rify pacaran?”
“pacaran?
Hmm, kalau nenek pribadi, lebih baik tidak usah. Karena didalamnya
sering kali berujung tidak baik. Seperti menara miring bisa condong
hanya 3,99 derajat saja, begitu juga kamu, hanya memikirkan laki-laki
yang belum menjadi muhrimmu bisa merusak akidah sedemikian rupa. Pacaran itu illegal. InsyaAllah akan lebih baik jika dilegalkan saja.” jelas nenek.
“tapi nek, kalau Rify memikirkan kebaikan putra adam, kemudian mencintai putra adam karena keshalehannya, boleh tidak?”
Nenek
meyakinkanku tentang apa yang belum aku pahami. Kebaikan itu jangan
mudah dilupakan, dan berusahalah membalasnya dengan penuh ketulusan
mengharap ridho Allah.
Interaksiku dengan pemuda yang
kusebut dengan julukan “Prince Cuek” itu tidak terhenti saat itu. Setiap
pesan yang muncul di layar ponselku yang bersumber darinya selalu
membawaku hanyut, betapa pentingnya arti Tuhan menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya.
Kurasa gelar “Prince Cuek”,
tak lagi berlaku untuknya. Pemuda itu cukup lama ku kagumi dan dengan
diam-diam aku cari tahu tentangnya.
From Rify, “hey, kamu Vano Ketua Osis SMA IDOLA ya? Pantesan, motivasi bijakmu selalu membuat hati sejuk.” itulah sosok yang selama ini aku cari-cari. Namanya Vano, sang ketua osis yang banyak di dambakan para kaum hawa di SMA IDOLA.
From Vano, “hmm,
segala puji hanya milik Tuhan. Nilai manusia terletak pada sikapnya.
Ilmu, iman, dan amal merupakan teman sejati. Sikap yang baik adalah
bahagia yang sesungguhnya. Bersyukurlah akan ketidaksempurnaan, dan
berhati-hatilah dengan kelengkapan yang kita miliki. Sesungguhnya tiap
langit ada atapnya, dan tiap telaga ada sumurnya.”
From Rify, “itu
bagian yang aku suka darimu, selalu merendah akan ilmu yang mampu kau
bagi. Sebaik-baiknya manusia adalah yang selalu bermanfaat kepada
manusia lainnya.”
From Vano, “aku cinta orang-orang yang baik, meski aku bukan bagian dari mereka. Dengannya, aku berharap bisa mendapat syafaat mereka.”
From Rify, “senyum membuatmu dicintai manusia. Syukur, menjadikanmu dekat dengan pencipta manusia.”
From Vano, ”hmm, smile :) hahaha...:) tidak terasa dua pekan lagi ramadhan yaa?”
From Rify, “jangan
berkata begitu, nenekku bilang, kalau kita beerucap macam itu, artinya
kita tidak senang dengan datangnya bulan sucinya umat Rasul.”
From Vano, “Subhanallah, syukran...sudah mengingatkan. Tapi ada satu yang terlupa. Bulan Sya'ban.”
From Rify, “Subhanallah, syukran...entah dengan sengaja atau tidak, kita nyaris melupakan bulannya Rasulullah.”
From Vano, “hmm, afwan. Meskipun shaumnya berhukum sunnah, tapi sangat disayangkan jika dilewatkan begitu saja.”
Ternyata obrolan via sms merupakan salah satu cara yang baik untuk
bicara. Waktu sudah menujukkan pukul 21.00. nenek masih memantau
aktivitasku hingga sampai pada satu pertanyaan
“Rify sayang, sedang apa? Ini sudah larut lho.” tanya nenek ikut bergabung di meja belajarku.
“Sedang menyiapkan ramadhan, nek.”
“Hmm, cucu nenek sudah pintar ya..nenek kasih lihat dong!!!” pinta
nenek memastikan lalu ku ambil agendaku menyambut ramadhan yang ku dapat
dari internet.
“Bersyukur atas nikmat
ramadhan, gembira dengan datangnya ramadhan, menyiapkan ilmu seputar
ramadhan dan mendakwahkan, menyambut ramadhan dengan berusaha
meninggalkan perbuatan dosa dan amal buruk, serta perlunya meningkatkan
silaturahmi.”
“ini sudah baik, tapi kamu sudah tau makna ramadhan itu sendiri belum?” ujar nenek.
“InsyaAllah sudah,
nek. Kemenangan atas nafsu manusia, syetan dibelenggu, pintu neraka
ditutup rapat, pintu surga dibuka lebar, pahala dilipatgandakan,
dosa-dosa diampuni, doa-doa orang shaum akan dikabulkan, adanya bonus
lailatul qadr, dan menggapai juara ketakwaan. Itu semua jika dijalani
dengan tulus dan hanya mengharap ridha Allah.”
Nenek mengangguk bangga dan berlalu.
Entah ungkapan suka atau kagum yang lebih tepat untuk mengekspresikan
rasaku pada Vano. Semenjak aku mengenalnya, aku merasakan efek baik yang
menurutku mampu mengubah sifatku cukup drastis. Dering hp pertanda sms
masuk membuyarkan lamunanku sepeninggal nenek.
From Chilla, “Ada salam dari Azka. Tega kamu merebut satu-satunya pemuda yang aku sayang.”
Ada apa ini? Azka? Aku memang pernah nyaris terpesona. Tapi bagaimana
mungkin? Aku belum pernah berkenalan dengannya. Tapi Shilla tak membalas
pesanku. Mungkin dia marah, sakit hati bahkan benci. Aku mulai tidak
tenang. Semoga besok baik-baik saja.
***Di sekolah***
Sepertinya Shilla benar-benar marah. Ketika aku menjumpainya, dia
menghindar menjauh. Hari itu matahari tenggelam lebih cepat dari
biasanya. Tapi, aku sedikit lebih lega, karena aku telah meminta maaf
pada Shilla meskipun Shilla tak memedulikan permohonan maafku. Dan
lagi-lagi pesan masuk Vano membawa kesejukan.
To Rify, “manusia punya hati, dan hati tak pernah bohong tentang rasa. Baiknya kita melakukan sesuatu dari sana.”
To Vano, “syukran, senang bisa mengenalm, belajar arti hidup bersamamu. Satu pertanyaanku, ketika kita meminta maaf, tetapi tidak ada balasan dari permintaan itu, apakah kita akan terus salah dimata Tuhan?”
To Rify, “orang yang berusaha meminta maaf memiliki posisi yang lebih mulia dibandingkan dengan yang gengsi memberikan maaf.”
To Vano, “terimakasih, Van, karenamu, aku menyerap begitu banyak ilmu.”
To Rify, “bersyukurlah, jika itu berguna untuk kita.”
Kita?
Sebuah kata yang menguak tanda tanya besar untukku. Sedikit aku
berharap Vano memiliki perasaan yang sama denganku. Tapi tidak. Berharap
hanya pantas ditujukan untuk Sang Pemilik Arsy.
*****
“Kok berhenti mengejar aku sih?” gertak Shilla.
“Buat apa?” celotehku penuh bingung.
Shilla memang sudah menduga aku tidak mudah untuk dikerjai. Hahaha...
Shilla sedang mencoba mengerjaiku atas dasar aku tidak memberitau
tentang aku dan Vano.
“aku membaca potongan cerpenmu di buku catatan biologi yang aku pinjam. Lalu endingnya akan bagaimana?” ujar Shilla.
“Aku akan segera kembali ke Jakarta. Terima kasih ya, untuk setiap ilmu
yang kamu berikan. Sehingga aku didekatkan oleh kebahagiaan.”
“Rify, aku hanya bercanda. Aku tidak mau berpisah sama kamu, Fy.” rengek Shilla.
Mendadak desah gesekan sepatu seakan mendekat ke arahku yang sedang berdiri di hadapan Shilla.
“jika perpisahan tidak mampu kamu hadapi, maka janganlah kamu bertemu.” ucap Vano ikut menimpali.
“Vanooo....” ucapku dan Shilla terkejut.
“Ekhhmmm...mendadak ingin batuk nih. Hahaha...” toyor Shilla berhasil meledekku juga Vano.
Hmm, aku bingung rasa apa yang tepat untuk mengungkapkan hati yang
memaksa bicara di dekat Vano. Malu dan senang, bercampur membaur menjadi
gado-gado. Ah...tidak. Kata nenek, berfikirlah yang baik sehingga menyebabkan kebaikan bagi orang lain. Ketika aku menoyor Shilla tentang keadaan Azka, derap langkah menyamai bunyi yang cukup lantang.
“Ana bi khair ya ustadzah.” Teriak pemuda yang tak lain adalah Azka.
Yahh...sudah berkumpul, aku justru akan pergi. Aku sudah dinyatakan
lulus menjadi orang baik. hehehe dan tugasku adalah berbagi ilmu di
tanah kelahiranku.
“hari ini kita bertemu, tapi besok kita sudah harus berpisah. Aku pamit. Shill, titip Vano ya. Hehehe..mumpung ada Azka juga, aku cuma mau ingetin syair ini, kita masih sangat muda, belum waktunya..sekolah saja dulu raih cita-cita. Urusan pacaran, tak usah sekarang, kita berteman saja.”
“Hahaha....yes mam. Inget kok...nanti kalau Vano nakal aku cubit.” Sahut Shilla mengiyakan dengan nada datar.
“Heheh, bukan muhrim tau!” toyor Azka pada Shilla.
“Hmmm, thanks Azka. Salam kenal, jagain teman-temanku ya. Ini amanah!”
*****
Sebelum ramadhan menampakkan gempitanya, aku bawa bekal banyak dari
sebuah kampung kecil yang nyaris memaksaku untuk tetap tinggal. Di
kampung ini, nenekku berhasil merubahku menjadi akhwat yang muslimah.
Beliau ajariku bidang agama sehingga aku tahu. Kemudian sahabatku,
Shilla berhasil merubahku menjadi gadis yang lembut dalam tutur kataku
sehingga membuatku tak lagi berkata kasar. Dan pemuda pujaan hatiku,
berhasil merubah karakterku yang seperti anak-anak menjadi lebih dewasa
seiring perkembangan usiaku sehingga aku mampu mengartikan hidup ini
untuk lebih bermanfaat.
Satu ilmu baru lagi yang datangnya dari pujaan hati sahabatku, Azka, “dalam setiap perlombaan
marathon, semua peserta melangkah pelan karena takut kehilangan energi
ketika mendekati garis finish. Begitu juga dengan kita yang mengerahkan
kemampuan kita untuk mencapai fitrah dalam kondisi yang baik.”
Hmm,
hidupku seperti buku ensiklopedi yah? Hehehe... sampai disini dulu
ensiklopedi singkatku. Semoga hari esok bisa membawaku terbang dalam
imajinasi yang lebih indah dari kata-kata.
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar