Senin, 30 September 2019

Elegi September

Yth. Kamu yang sudah dimaafkan

Kita tahu, bukan kita, melainkan aku, ujung 2016 adalah musim penghujan, air melimpah, bunga bermekaran. Setelahnya, aku terkejut dan sama sekali kepayahan untuk menerima keadaan. Matahari menyengat ari. Kamu pergi dan aku kembali sendiri dengan surat-surat yang teronggok di CPU tanpa pernah sampai kepada yang dituju, yaitu kamu. 

Aku tidak tahu apa yang membikin kita berjauhan seperti sekarang. Apakah karena kita berbeda? Padahal, kamu bilang, berbeda itu keharusan. Namun, nyatanya perbedaan kita begitu kasat mata. Kamu berada di dalam kecepatan, sementara aku memilih jalan yang lebih pelan. Kalau boleh jujur, aku tidak sanggup menyamakan kedudukan. Tempo yang kamu berikan sangat cepat. Silalah lebih dulu, aku nanti.

Awalnya kukira semesta telah berpesan kalau ini semua sampai sebelum sekarang, hanya ujian kesabaran. Jarak bukan suatu dinding yang memisahkan. Dia hanya antara untuk kita sama-sama belajar memanajemen rindu. Nyatanya, aku seperti telah tersesat di rimba yang memesona. Burung-burung bernyanyi riang, terbang di alam bebas tanpa takut terempas. Angsa-angsa kecil patuh bersetia pada induknya. Daun-daun tanpa murka jatuh berguguran meninggalkan pohonnya. 

Hari ini ada tangisan panjang sampai mataku lelah hingga sekarang. Wajahku basah, padahal aku di bawah sinar matahari. Ada perenungan mendalam. Ada kesadaran yang amat bermakna. Tentang kegagalan menjadi manusia. Tentang sedih yang suka cita. Sedih karena betulan sedih. Suka cita atas kesadaran yang lama tak kunjung menampakkan diri.

Kini kamu kembali datang dengan elegan, seperti sedia kala, menjadikanku utara yang sesungguhnya ialah selatan. 

Tenang, aku sudah memaafkan, jika memang benar kamu telah bersalah. Aku kembali sepakat bahwa lagu kehidupan telah membikinku mengkhayal dengan utopis, tidak realistis. Menggapaimu ialah kemustahilan, kepandiran tak terperikan. Yang perlu kupahami sekarang, September 2019 masih kemarau, tanah kering kerontang, dan aku telah terbenam, oleh pikiranku sendiri, tanpa intervensi. 


Purwokerto, 21 September 2019
Tertanda, 
Langit biru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar