Kamis, 03 Desember 2015

Catatan Pengalaman Intan Mengkuti tes SBMPTN 2015



Kamu lulusan SMA/sederajat dan mau melanjutkan studi ke pendidikan tinggi? Bingung atau belum punya gambaran soal kuliah? Bingung bagaimana cara masuk perguruan tinggi negeri (terutama)? Bingung bagaimana teknis pembayaran kuliah atau sedang nyari-nyari soal beasisiwa dikti?
Kalau kamu membingungkan itu semua, berarti sama denganku dulu saat berada di posisi kamu sekarang.
Gini loh, Sob.. cies, penulis so akrab nih. Hehe
Ketika kita sudah selesai masa esema, pilihannya sederhana, melanjutkan ke dikti atau tidak. Kalau bisa sih ambil opsi pertama saja ya. Kuliah.
Jawaban yang #cakep kalau kamu punya semangat buat terus belajar. Pertanyaannya sekarang, bagaimana
sih kehidupan anak kuliahan? Jawabanku sederhana : nanti bakalan kamu rasain sendiri kalau kamu sudah resmi jadi mahasiswa. Hehehe..
Sekarang, pikirkan dulu saja mengenai bagaimana kamu bisa masuk ke (terutama) PTN. Coba renungkan, apakah kamu layak diterima di perguruan tinggi negeri? Jawab saja layak. Kalau tidak, ubah kepribadianmu menjadi lebih baik agar kamu layak disapa sebagai mahasiswa.
Umumnya ada tiga jalur kalau kamu berminat buat melanjutkan ke pendidikan tinggi berlabel “Universitas”, bukan akademi, sekolah tinggi atau yang setara dengan itu ya. Berdasarkan pengalamanku, aku hanya meriset universitas saja.
Jalur pertama adalah Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) atau akrab disapa jalur undangan. Ini jalur yang paling santai karena kita nggak perlu capek-capek belajar sampai mati-matian buat ngadepin soal-soal seleksi. Jalur ini tanpa tes. Jadi masuknya itu hanya mengandalkan nilai rapot semester 1 sampai 5 ditambah nilai ujian nasional. Just it. Simple kan? Ada pertimbangan lainnya juga sih, misalnya akreditasi sekolahmu serta prestasi alumni di PTN yang kamu tuju juga turut menjadikan pertimbangan dari pihak universitas.
Buat kamu yang jurusan IPA, aku sarankan buat ngambil prodi yang ranahnya dari IPA juga. Namanya saintek. Jadi alurnya linear. Cari PTN yang sekiranya kamu mampu melanjutkan studi di sana. Pertimbangkan juga data animo tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, di PTN X untuk animo prodi Biologi ada 2 ribu orang, sedangkan di PTN Y hanya seribu orang, pilih yang saingannya nggak terlalu ketat. Tapi kalau kamu merasa mampu bersaing dengan 2 ribuan calon mahasiswa ya fine aja. Nggak ada yang melarang kok.
Buat kamu yang jurusan IPS juga sama.
Nah kalau buat yang lintas minat, misalnya dari jurusan IPA ingin melanjutkan studi ke ranah Soshum atau sebaliknya, nggak ada yang melarang juga. Namun kemungkinan untuk diterimanya kecil kendati ada orang-orang yang lintas minat itu diterima. Kalau aku pribadi adalah salah satu korban SNMPTN. Salah strategi yeah..
Ohya, strategi juga penting buat milih PTN ya. Di pendaftaran online, kamu ditawarkan dua pilihan PTN dan 3 program studi. Coba kamu cek posisi PTN tujuanmu memiliki rating nomor berapa di Indonesia. Misal kamu mau ke UGM dan Univ. X. Pastikan UGM adalah prioritas utama karena rating UGM untuk tingkat nasional masih di posisi nomor 1 (2015). Ibarat kamu nggak diterima di PTN pilihan 1, kamu masih punya cadangan PTN di pilihan 2. Barangkali nasib baikmu ada di pilihan 2 itu.
For your information, kebanyakan temanku yang diterima adalah yang cuma ngisi satu prodi di satu universitas. Katanya sih udah mantep saja. Lagi pula setiap perguruan tinggi tidak ingin dinomorduakan. Masuk akal sih. Aku juga cukup menyesal lantaran tidak setia pada satu pilihan saja. Huhu, sedih kalau inget waktu ditolak.
Skip.
Tetapi tidak semuanya begitu kok. Temanku juga ada yang diterima di pilihan kedua atau bahkan pilihan terakhir. Ini fair-fair saja. Beberapa orang mengatakan bahwa diterima melalui jalur SNMPTN karena pengaruh keberuntungan juga. Yeah, orang cerdas kadangkala harus mengalah pada orang beja. Hehehe..
Untuk sistematika penyeleksian SNMPTN oleh dikti, aku belum pernah meriset atau melihat rating mahasiswa yang diterima dan ditolak. Tentang berapa skornya, atau passing grade calon mahasiswanya de el el, aku belum menemukan ada media yang memaparkan hasil seleksi nasional ini. Ya maklum saja, yang ndaftar SNMPTN itu tidak sedikit. Di tahunku (2015) ada sekitar 600 ribu pendaftar, hanya sekitar 150 ribu yang diterima. Husnudzon saja, dikti tentu repot jika harus mencantumkan satu-satu hasil seleksi. Bagi yang lulus bersyukurlah, bagi yang tidak lulus bersabarlah.
Jalur masuk PTN selanjutnya adalah SBMPTN. Jalur ini agak menguras otak karena harus melewati tes atau ujian terlebih dahulu. Tips buat kamu yang tertarik untuk berjuang di SBMPTN, nggak perlu melirik kamu dari jurusan apa di esema. IPA  atau IPS terserah kamu, karena latar belakang kamu dari jurusan apa di esema tidak memengaruhi hasil SBMPTN. Mau linear atau lintas jurusan tidak masalah karena lulus atau tidaknya kamu tergantung pada hasil ujian SBMPTN yang dilaksanakan serentak se-Indonesia. Karena pelaksanaannya serentak, maka soal-soal yang di ujikan pun sama, baik saintek maupun soshum.
Perlu kamu ketahui, SBMPTN menawarkan 3 pilihan prodi di 3 universitas. Bebas saja kalau kamu mau nyoba ndaftar di tiga universitas yang berbeda. Tidak ada yang melarang kok. Hehehe, yang penting, garis bawahi ini : jangan lihat dari mana kamu berasal. IPA atau IPS tidak berpengaruh.
Buat kamu yang ngambil prodi saintek semua, maka tes SBMPTN yang akan kamu hadapi adalah soal-soal TPA (Tes Potensi Akademik) dan soal-soal saintek tentunya.
Buat kamu yang ngambil prodi soshum semua, maka tes SBMPTN yang akan kamu hadapi adalah soal-soal TPA  (Tes Potensi Akademik) dan soal-soal soshum tentunya.
Nah, buat kamu yang ngambil prodi campuran atau IPC (saintek dan soshum), maka tes SBMPTN yang akan kamu hadapi adalah soal-soal TPA  (Tes Potensi Akademik), soal-soal saintek dan soal-soal soshum. Jadi semua soal kamu kerjakan. Jangan khawatir, banyak juga kok, yang diterima SBMPTN ngambil IPC. Asal siapkan kuota ilmu saja, otak dan logika kita harus di press untuk menghadapi soal-soal ujian ini.
Pengalaman penulis, ini nekat. Boleh ditiru kalau  mau. Kalau tidak ya tidak apa-apa. Kamu tidak rugi, penulis juga tidak dirugikan. It just for your information. Begini, aku dari IPA. SNMPTN ngambil soshum : Gagal. Mencoba SBMPTN ngambil soshum juga : berhasil. Di SNMPTN, tiga kolom opsi aku isi semua, soshum semua, gagal semua. Cukup, tidak ingin aku ingat-ingat lagi. di SBMPTN, dari tiga kolom opsi, aku Cuma isi satu kolom prodi di satu universitas. Aku pilih soshum. Artinya, ujian yang aku hadapi adalah soal-soal IPS, padahal aku backgroundnya dari IPA. Nggak masalah. Ini yang namanya nekat. Teman-teman yang dari IPS belajar selama tiga tahun, aku hanya diberi kesempatan belajar untuk menghadapi soal-soal soshum selama tiga minggu. Awalnya mengeluh. Sebentar saja. Setelah itu langsung sadar dan mulai berusaha.
Banyak yang bertanya mengapa aku (IPA) ngambil prodi soshum. Banyak alasan tentunya. Tapi intinya : suka-suka saya. Hehehe
Aku belajar untuk menghadapi ujian SBMPTN dengan mengerjakan soal-soal tahun sebelumnya. Aku kerjakan dengan logika dan asal contreng kalau memang betul-betul susah. Setelah selesai aku kerjakan, aku cek dengan kunci jawaban dan pembahasan. Aku jadi tahu letak kesalahanku. Menurutku, pendalaman materi dari nol adalah membuang-buang waktu saja. Tiga minggu bagiku tidak cukup. Jadi aku hanya memahami pola-pola soal dari tahun-tahun sebelumnya. Mengetahui model atau bentuk soal lebih penting menurutku dari pada menghafal soal-soalnya. Belum tentu soal-soal yang sudah diujikan tahun lalu akan diujikan lagi tahun depan. Meskipun kemungkinan muncul lagi tetap ada sih. Hehehe..
Itu tips belajar SBMPTN dariku, kalau kamu punya motede yang lebih jitu, itu jelas lebih baik.
Ohya, siapkan juga strateginya ya. kamu perlu tahu yang namanya passing grade. Aku susah menjelaskannya. Intinya, passing grade ini angka patokan sebuah prodi. Misal, aku ngambil prodi PBSI, passing grade antara 30-33 %. Jadi, aku harus mendapatkan hasil ujian SBMPTN dengan passing grade minimal 30 %. Kalau passing grade hasil SBMPTNku kurang dari 30 %, besar kemungkinan tidak diterima. Karena yang diterima itu kan ranking dari hasil passing grade teratas sampai batas kuota atau daya tampung yang dibutuhkan. Nah, di sinilah pentingnya kamu milih prodi yang passing gradenya kecil. Karena semakin besar passing grade, semakin kecil kemungkinan untuk diterima.
Pengalamanku menjelang SBMPTN, aku belajar secara otodidak. Tak ada bimbingan belajar formal. Kadang-kadang belajar bersama teman-teman sambil bergurau. Jadi santai saja, tidak terforsir sampai urat nadiku tegang lantaran kesulitan dalam mengerjakan soal-soal tahun lalu. Begitu lebih nikmat bagiku.
Saat aku berlatih, aku hitung waktunya karena durasi waktu mengerjakan ujian SBMPTN memang hanya sebentar. Kira-kira, setiap satu soal satu menit bahkan bisa kurang. Jadi, harus benar-benar bisa memanfaatkan waktu. Sekiranya aku tidak bisa mengerjakan, aku tinggalkan. Kerjakan soal berikutnya yang lebih mudah. Ingat juga, jawaban benar dikalikan 4, jawaban salah diminus 1, tidak dijawab diberi skor nol. Jadi, kalau ragu dengan jawaban sendiri, mendingan dikosongkan dari pada salah malah diminus 1. Setelahnya, aku nilai sendiri. Aku akan mendapatkan passing gradeku. Dari latihan ini, aku bisa mengukur kemampuanku. Seberapa layaknya aku diterima di PTN yang dituju.
H-1 ujian SBMPTN, aku survey ke lokasi ujianku. Aku melobi beberapa teman yang berdomisili dekat lokasi ujianku agar aku bisa numpang bermalam menjelang ujian. Ini lebih efektif ketimbang berangkat gasik dari rumah ke lokasi ujian tanpa survey. Dunia ini tidak sesempit yang aku bayangkan. Aku tidak punya cukup waktu untuk mencari lokasi ujian di hari tepat aku harus berhadapan dengan soal-soal ujian.
Untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan adanya persiapan yang matang. Setelah aku tahu di mana lokasi ujianku, aku tinggal bersantai menenangkan diri, menyiapkan mental untuk menghadapi ujian SBMPTN.
Okey, cerita pengalaman SBMPTNku cukup ya, aku lanjutkan ke jalur masuk PTN selanjutnya yaitu jalur mandiri. Setiap PTN memiliki nama yang unik untuk menyebut jalur masuk ini. UGM misalnya, menyebut jalur masuk ini dengan sebutan UTUL (Ujian Tulis) UGM. Atau yang misalnya SM (Seleksi Mandiri) UNS, SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) Unsoed, de el el.
Menyoal jalur ini, aku tidak banyak tahu. Yang jelas, ada biaya pendaftaran untuk bisa ikut seleksi mandiri. Dan setiap universitas memiliki kebijakan masing-masing terkait biaya pendaftaran. Ada yang nominal 100 ribu bahkan 500 ribu juga tidak sedikit.
Berbeda dengan SBMPTN, soal-soal ujian mandiri ini adalah kebijakan universitas. Jadi yang membuat soal-soalnya ya pihak univ tersebut. Kalau menurut logikaku, jalur ini tidak terlalu sulit untuk dimasukki. Kenapa? Persaingan tidak seketat SNMPTN atau SBMPTN. Karena orang-orang yang notabenenya cerdas dan beja sudah diterima melalui dua jalur itu bukan? Jadi, secara otomatis, saingan orang-orang pinter sudah sedikit berkurang lah. Hehehe.. Dan juga, soal-soalnya pun tidak sesulit dikti membuat soal SBMPTN untuk seluruh Indonesia.
Pemikiran ilmiahku seperti itu. Mengenai tanggapanku tentang bagaimana menghadapi seleksi mandiri, aku tidak tahu karena aku sendiri belum pernah merasakannya.
Okey, segitu dulu ya, semoga memotivasi..
Salam sukses!!

2 komentar:

  1. mbak susah banget bacanya,, font nya ngebingungin,, hehe

    BalasHapus
  2. Wah, maaf mas yusuf, maklum masih amatir, masih labil, masih suka font yang mungkin terbilang alay. Hehehe,
    Btw, terima kasih loh, buat komentarnya, sangat membangun.. :)

    BalasHapus