Kamu lulusan SMA/sederajat dan mau melanjutkan studi ke
pendidikan tinggi? Bingung atau belum punya gambaran soal kuliah? Bingung
bagaimana cara masuk perguruan tinggi negeri (terutama)? Bingung bagaimana teknis
pembayaran kuliah atau sedang nyari-nyari soal beasisiwa dikti?
Kalau kamu membingungkan itu semua, berarti sama denganku
dulu saat berada di posisi kamu sekarang.
Gini loh, Sob.. cies, penulis so akrab nih. Hehe
Ketika kita sudah selesai masa esema, pilihannya sederhana,
melanjutkan ke dikti atau tidak. Kalau bisa sih ambil opsi pertama saja ya. Kuliah.
Jawaban yang #cakep kalau kamu punya semangat buat terus
belajar. Pertanyaannya sekarang, bagaimana
sih kehidupan anak kuliahan?
Jawabanku sederhana : nanti bakalan kamu rasain sendiri kalau kamu sudah resmi
jadi mahasiswa. Hehehe..
Sekarang, pikirkan dulu saja mengenai bagaimana kamu bisa
masuk ke (terutama) PTN. Coba renungkan, apakah kamu layak diterima di
perguruan tinggi negeri? Jawab saja layak. Kalau tidak, ubah kepribadianmu
menjadi lebih baik agar kamu layak disapa sebagai mahasiswa.
Umumnya ada tiga jalur kalau kamu berminat buat melanjutkan
ke pendidikan tinggi berlabel “Universitas”, bukan akademi, sekolah tinggi atau
yang setara dengan itu ya. Berdasarkan pengalamanku, aku hanya meriset
universitas saja.
Jalur pertama adalah Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) atau akrab disapa jalur undangan. Ini jalur yang paling santai karena
kita nggak perlu capek-capek belajar sampai mati-matian buat ngadepin soal-soal
seleksi. Jalur ini tanpa tes. Jadi masuknya itu hanya mengandalkan nilai rapot
semester 1 sampai 5 ditambah nilai ujian nasional. Just it. Simple kan? Ada
pertimbangan lainnya juga sih, misalnya akreditasi sekolahmu serta prestasi
alumni di PTN yang kamu tuju juga turut menjadikan pertimbangan dari pihak
universitas.
Buat kamu yang jurusan IPA, aku sarankan buat ngambil prodi
yang ranahnya dari IPA juga. Namanya saintek. Jadi alurnya linear. Cari PTN
yang sekiranya kamu mampu melanjutkan studi di sana. Pertimbangkan juga data
animo tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, di PTN X untuk animo prodi Biologi ada
2 ribu orang, sedangkan di PTN Y hanya seribu orang, pilih yang saingannya
nggak terlalu ketat. Tapi kalau kamu merasa mampu bersaing dengan 2 ribuan
calon mahasiswa ya fine aja. Nggak ada yang melarang kok.
Buat kamu yang jurusan IPS juga sama.
Nah kalau buat yang lintas minat, misalnya dari jurusan IPA
ingin melanjutkan studi ke ranah Soshum atau sebaliknya, nggak ada yang melarang
juga. Namun kemungkinan untuk diterimanya kecil kendati ada orang-orang yang
lintas minat itu diterima. Kalau aku pribadi adalah salah satu korban SNMPTN.
Salah strategi yeah..
Ohya, strategi juga penting buat milih PTN ya. Di
pendaftaran online, kamu ditawarkan dua pilihan PTN dan 3 program studi. Coba
kamu cek posisi PTN tujuanmu memiliki rating nomor berapa di Indonesia. Misal
kamu mau ke UGM dan Univ. X. Pastikan UGM adalah prioritas utama karena rating
UGM untuk tingkat nasional masih di posisi nomor 1 (2015). Ibarat kamu nggak
diterima di PTN pilihan 1, kamu masih punya cadangan PTN di pilihan 2.
Barangkali nasib baikmu ada di pilihan 2 itu.
For your information,
kebanyakan temanku yang diterima adalah yang cuma ngisi satu prodi di satu
universitas. Katanya sih udah mantep saja. Lagi pula setiap perguruan tinggi
tidak ingin dinomorduakan. Masuk akal sih. Aku juga cukup menyesal lantaran
tidak setia pada satu pilihan saja. Huhu, sedih kalau inget waktu ditolak.
Skip.
Tetapi tidak semuanya begitu kok. Temanku juga ada yang
diterima di pilihan kedua atau bahkan pilihan terakhir. Ini fair-fair saja. Beberapa orang
mengatakan bahwa diterima melalui jalur SNMPTN karena pengaruh keberuntungan
juga. Yeah, orang cerdas kadangkala harus mengalah pada orang beja. Hehehe..
Untuk sistematika penyeleksian SNMPTN oleh dikti, aku belum
pernah meriset atau melihat rating mahasiswa yang diterima dan ditolak. Tentang
berapa skornya, atau passing grade calon mahasiswanya de el el, aku belum
menemukan ada media yang memaparkan hasil seleksi nasional ini. Ya maklum saja,
yang ndaftar SNMPTN itu tidak sedikit. Di tahunku (2015) ada sekitar 600 ribu
pendaftar, hanya sekitar 150 ribu yang diterima. Husnudzon saja, dikti tentu
repot jika harus mencantumkan satu-satu hasil seleksi. Bagi yang lulus
bersyukurlah, bagi yang tidak lulus bersabarlah.
Jalur masuk PTN selanjutnya adalah SBMPTN. Jalur ini agak
menguras otak karena harus melewati tes atau ujian terlebih dahulu. Tips buat
kamu yang tertarik untuk berjuang di SBMPTN, nggak perlu melirik kamu dari
jurusan apa di esema. IPA atau IPS
terserah kamu, karena latar belakang kamu dari jurusan apa di esema tidak
memengaruhi hasil SBMPTN. Mau linear atau lintas jurusan tidak masalah karena
lulus atau tidaknya kamu tergantung pada hasil ujian SBMPTN yang dilaksanakan
serentak se-Indonesia. Karena pelaksanaannya serentak, maka soal-soal yang di
ujikan pun sama, baik saintek maupun soshum.
Perlu kamu ketahui, SBMPTN menawarkan 3 pilihan prodi di 3
universitas. Bebas saja kalau kamu mau nyoba ndaftar di tiga universitas yang
berbeda. Tidak ada yang melarang kok. Hehehe, yang penting, garis bawahi ini :
jangan lihat dari mana kamu berasal. IPA atau IPS tidak berpengaruh.
Buat kamu yang ngambil prodi saintek semua, maka tes SBMPTN
yang akan kamu hadapi adalah soal-soal TPA (Tes Potensi Akademik) dan soal-soal
saintek tentunya.
Buat kamu yang ngambil prodi soshum semua, maka tes SBMPTN
yang akan kamu hadapi adalah soal-soal TPA
(Tes Potensi Akademik) dan soal-soal soshum tentunya.
Nah, buat kamu yang ngambil prodi campuran atau IPC (saintek
dan soshum), maka tes SBMPTN yang akan kamu hadapi adalah soal-soal TPA (Tes Potensi Akademik), soal-soal saintek dan
soal-soal soshum. Jadi semua soal kamu kerjakan. Jangan khawatir, banyak juga
kok, yang diterima SBMPTN ngambil IPC. Asal siapkan kuota ilmu saja, otak dan
logika kita harus di press untuk menghadapi soal-soal ujian ini.
Pengalaman penulis, ini nekat. Boleh ditiru kalau mau. Kalau tidak ya tidak apa-apa. Kamu tidak
rugi, penulis juga tidak dirugikan. It
just for your information. Begini, aku dari IPA. SNMPTN ngambil soshum :
Gagal. Mencoba SBMPTN ngambil soshum juga : berhasil. Di SNMPTN, tiga kolom
opsi aku isi semua, soshum semua, gagal semua. Cukup, tidak ingin aku
ingat-ingat lagi. di SBMPTN, dari tiga kolom opsi, aku Cuma isi satu kolom
prodi di satu universitas. Aku pilih soshum. Artinya, ujian yang aku hadapi
adalah soal-soal IPS, padahal aku backgroundnya dari IPA. Nggak masalah. Ini
yang namanya nekat. Teman-teman yang dari IPS belajar selama tiga tahun, aku
hanya diberi kesempatan belajar untuk menghadapi soal-soal soshum selama tiga minggu.
Awalnya mengeluh. Sebentar saja. Setelah itu langsung sadar dan mulai berusaha.
Banyak yang bertanya mengapa aku (IPA) ngambil prodi soshum.
Banyak alasan tentunya. Tapi intinya : suka-suka saya. Hehehe
Aku belajar untuk menghadapi ujian SBMPTN dengan mengerjakan
soal-soal tahun sebelumnya. Aku kerjakan dengan logika dan asal contreng kalau
memang betul-betul susah. Setelah selesai aku kerjakan, aku cek dengan kunci
jawaban dan pembahasan. Aku jadi tahu letak kesalahanku. Menurutku, pendalaman
materi dari nol adalah membuang-buang waktu saja. Tiga minggu bagiku tidak
cukup. Jadi aku hanya memahami pola-pola soal dari tahun-tahun sebelumnya.
Mengetahui model atau bentuk soal lebih penting menurutku dari pada menghafal
soal-soalnya. Belum tentu soal-soal yang sudah diujikan tahun lalu akan
diujikan lagi tahun depan. Meskipun kemungkinan muncul lagi tetap ada sih.
Hehehe..
Itu tips belajar SBMPTN dariku, kalau kamu punya motede yang
lebih jitu, itu jelas lebih baik.
Ohya, siapkan juga strateginya ya. kamu perlu tahu yang
namanya passing grade. Aku susah menjelaskannya. Intinya, passing grade ini
angka patokan sebuah prodi. Misal, aku ngambil prodi PBSI, passing grade antara
30-33 %. Jadi, aku harus mendapatkan hasil ujian SBMPTN dengan passing grade
minimal 30 %. Kalau passing grade hasil SBMPTNku kurang dari 30 %, besar
kemungkinan tidak diterima. Karena yang diterima itu kan ranking dari hasil
passing grade teratas sampai batas kuota atau daya tampung yang dibutuhkan.
Nah, di sinilah pentingnya kamu milih prodi yang passing gradenya kecil. Karena
semakin besar passing grade, semakin kecil kemungkinan untuk diterima.
Pengalamanku menjelang SBMPTN, aku belajar secara otodidak.
Tak ada bimbingan belajar formal. Kadang-kadang belajar bersama teman-teman
sambil bergurau. Jadi santai saja, tidak terforsir sampai urat nadiku tegang
lantaran kesulitan dalam mengerjakan soal-soal tahun lalu. Begitu lebih nikmat
bagiku.
Saat aku berlatih, aku hitung waktunya karena durasi waktu
mengerjakan ujian SBMPTN memang hanya sebentar. Kira-kira, setiap satu soal
satu menit bahkan bisa kurang. Jadi, harus benar-benar bisa memanfaatkan waktu.
Sekiranya aku tidak bisa mengerjakan, aku tinggalkan. Kerjakan soal berikutnya
yang lebih mudah. Ingat juga, jawaban benar dikalikan 4, jawaban salah diminus
1, tidak dijawab diberi skor nol. Jadi, kalau ragu dengan jawaban sendiri,
mendingan dikosongkan dari pada salah malah diminus 1. Setelahnya, aku nilai
sendiri. Aku akan mendapatkan passing gradeku. Dari latihan ini, aku bisa
mengukur kemampuanku. Seberapa layaknya aku diterima di PTN yang dituju.
H-1 ujian SBMPTN, aku survey ke lokasi ujianku. Aku melobi
beberapa teman yang berdomisili dekat lokasi ujianku agar aku bisa numpang
bermalam menjelang ujian. Ini lebih efektif ketimbang berangkat gasik dari
rumah ke lokasi ujian tanpa survey. Dunia ini tidak sesempit yang aku
bayangkan. Aku tidak punya cukup waktu untuk mencari lokasi ujian di hari tepat
aku harus berhadapan dengan soal-soal ujian.
Untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan adanya
persiapan yang matang. Setelah aku tahu di mana lokasi ujianku, aku tinggal
bersantai menenangkan diri, menyiapkan mental untuk menghadapi ujian SBMPTN.
Okey, cerita pengalaman SBMPTNku cukup ya, aku lanjutkan ke
jalur masuk PTN selanjutnya yaitu jalur mandiri. Setiap PTN memiliki nama yang
unik untuk menyebut jalur masuk ini. UGM misalnya, menyebut jalur masuk ini
dengan sebutan UTUL (Ujian Tulis) UGM. Atau yang misalnya SM (Seleksi Mandiri)
UNS, SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) Unsoed, de el el.
Menyoal jalur ini, aku tidak banyak tahu. Yang jelas, ada
biaya pendaftaran untuk bisa ikut seleksi mandiri. Dan setiap universitas memiliki
kebijakan masing-masing terkait biaya pendaftaran. Ada yang nominal 100 ribu
bahkan 500 ribu juga tidak sedikit.
Berbeda dengan SBMPTN, soal-soal ujian mandiri ini adalah
kebijakan universitas. Jadi yang membuat soal-soalnya ya pihak univ tersebut. Kalau
menurut logikaku, jalur ini tidak terlalu sulit untuk dimasukki. Kenapa?
Persaingan tidak seketat SNMPTN atau SBMPTN. Karena orang-orang yang
notabenenya cerdas dan beja sudah diterima melalui dua jalur itu bukan? Jadi,
secara otomatis, saingan orang-orang pinter sudah sedikit berkurang lah.
Hehehe.. Dan juga, soal-soalnya pun tidak sesulit dikti membuat soal SBMPTN
untuk seluruh Indonesia.
Pemikiran ilmiahku seperti itu. Mengenai tanggapanku tentang
bagaimana menghadapi seleksi mandiri, aku tidak tahu karena aku sendiri belum
pernah merasakannya.
Okey, segitu dulu ya, semoga memotivasi..
Salam sukses!!
mbak susah banget bacanya,, font nya ngebingungin,, hehe
BalasHapusWah, maaf mas yusuf, maklum masih amatir, masih labil, masih suka font yang mungkin terbilang alay. Hehehe,
BalasHapusBtw, terima kasih loh, buat komentarnya, sangat membangun.. :)