Kamis, 21 Juni 2018

365 Days in Pixels


Suatu hari, seorang teman pernah bilang padaku. Kata dia, hidup ini ibarat kertas kosong. Kitalah yang memberi garis dan bentuk, angka dan huruf, lambang dan cerita panjang. Kalau aku, lebih tertarik untuk menggambarinya dengan warna-warna yang cerah.


Masih kata temanku yang orator ulung, dia bilang, semua orang punya jatah waktu sehari yang sama, yakni sama-sama 24 jam. Namun, nasib manusia berbeda-beda, tergantung pada bagaimana usaha kita untuk mengubahnya.

Oh ya, selain bicara soal manusia, aku juga sangat tertarik dengan perbincangan tentang waktu. Tentang merah muda dan biru. Tentang hujan dan kemarau panjang. Tentang fajar dan senja.

Maaf, barangkali ini keluar dari topik, akan tetapi ini penting untuk disampaikan. Ini bagian dari warna kehidupan yang patut untuk dijadikan pelajaran.

Ada sebuah video parodi wacana buka puasa bareng (bukber) yang menggangguku. Itu semua tentang alasan-alasan klasik yang menyebabkan kegagalan bukber sampai akhirnya gema takbir berkumandang: lebaran.

Temanku Kansa dan seseorang (yang namanya dirahasiakan) pernah merencanakan pertemuan di akhir tahun yang lalu dengan indah. Kemudian, semuanya gagal karena berbagai keadaan. Mereka merencanakan lagi untuk bertemu buka puasa atau saat lebaran, juga terlewat begitu saja. Hectic. Ya, mereka begitu sibuk.

Dalam kegagalan pertemuan yang berulang, angin segar menyeruak lewat kurir virtual yang membawa undangan reuni sekolah. Mereka menyambut undangan itu dengan senang hati. Mereka sama-sama mendaftar untuk hadir.

Di antara keduanya, barangkali Kansa yang paling menantikan momen itu. Apakah dia masih mengenali wajahmu? Tujuh tahun berlalu tanpa sapa. Rasa-rasanya memang pertemuan mereka terlalu indah untuk terjadi. Kendati begitu, temanku Kansa berbaik sangka, ini semua hanya soal waktu.

Well, waktu yang sudah ditentukan belum datang, namun mereka akhirnya bertemu lebih cepat dari yang sudah direncanakan. Mendengar cerita Kansa yang sarat kedukaan, lidahku mendadak kelu. Kakiku serasa tidak mampu berpijak. Tanganku gemetar takut. Tangisku mencekat nafas. Tahukah kamu? Pada akhirnya, Kansa mencuri waktu untuk menemuimu saat kamu sudah tak bisa berkata satu alfabetpun. Kulit kalian bersinggungan saat kamu sudah tak bisa bergerak. Kalian bersebelahan sangat dekat saat kamu sudah memilih memberi jarak yang sangat menguras tangis kehilangan. Damailah kamu, di ruang yang baru.

Dari cerita di atas, aku jadi termotivasi untuk lebih menghargai waktu. Sejak itu, aku kembali bersepakat dengan pernyataan seseorang (yang namanya dirahasiakan), "Hadiah terindah memanglah waktu." Mengapa? Karena kita memberikan sesuatu yang tidak bisa terulang kembali.

Karena waktu 'sekarang' hanya terjadi sekali, aku ingin dia abadi. Ada cerita lagi, juga dari seorang teman. Dia berkisah tentang hari-harinya yang biru, hijau, dan warna-warna lain. Dia membuat sebuah pixel warna untuk satu tahun. Aku melihat pixelnya dan ya, sangat seru dan sepertinya akan berakhir menyenangkan. Kita dapat menatap setiap pixel warna dan menertawakan diri sendiri. Mwhaha, aku jadi ingin membuatnya juga.

Well, ini pixelku, dalam tiga bulan terakhir, setelah aku dan seseorang (yang tidak terlihat) memutuskan untuk membuat jarak. Aku menyusun pixel ini juga untuk satu tahun. Kelak, aku akan menyaksikan bagaimana hari-hariku dalam perjalanan "Untold Project". Berapa kali aku berbahagia hingga tidak bisa berkata-kata? Berapa kali aku bahagia sebagaimana mestinya? Berapa kali aku memasang muka masam? Berapa kali aku tumbang? Berapa kali aku berang? Mari saja, menikmati masa menjalani sisanya untuk melihat warna apa yang paling mendominasi di antara warna lainnya.

4 komentar:

  1. tiba2 aj msuk ke blog ini, mngkin kita ber-jodoh x yah...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat menikmati coretan penulis amatir yang pemalas, Kak.

      Hapus
  2. ah, itu asumsi kmu sendiri mngkin, mana mngkin orng malas sempet bkin blog.ok

    postingan blognya menarik, suka nonton drakor tdak, di drama suits yg episode 1 dijelaskan, kalau takdir itu diputuskan oleh pilihan yg kita bwt bkn secara kebetulan.

    tapi apapun pilihan yg sudah kita bwt, smoga itu pilihan yg terbaik, dan yg paling penting jga terbaik menrut Allah SWT.

    BalasHapus