Rabu, 21 November 2018

Yth. Aku


Surat romantis ini datang tepat saat keadaan memaksaku harus meninggalkan singgasana usia sarat kenangan sekaligus rundungan, dua satu. Isinya, intinya dia (diriku) berpesan macam-macam. Waktu itu, aku memang sedang risau dengan usiaku yang semakin layu. Lalu, dia (diriku) datang, membawa sebuah surat istimewa dan luar biasa menyentuh sekaligus menamparku. Kurang lebih, begini isinya….

Yth. Aku 
Halo, aku hari ini. Bagaimana kabarmu? Sudah berapa kesalahan yang menyadarkan? Sudah berapa penyesalan yang menggelisahkan? Sudah berapa kekecewaan yang mendewasakan? Aku berharap, jawabanmu adalah banyak. 
Segendang sepenarian, aku dengar, kamu mulai giat makan sayur, ya? Aku ingin menyimak kamu bercerita tentang percakapan pertamamu dengan sayur yang sejak kecil kamu sama sekali tidak suka. Bagaimana rasanya? Aku yakin lebih enak apel, iya kan? Of course, mwhehe.. Aku juga ingin menyimak cerita anak-anak yang lucu imut menggemaskan di rumah belajar. Apakah kalian masih saling ngobrol tentang percintaan dan kisah-kisah horor? Nikmatilah saat-saat inimu dengan mereka karena sesudahnya tidak bisa diulang. Di masa setelah sekarang, kamu pasti akan merindukan ocehan mereka yang senang menggodamu karena kamu jomlo, mwhaha..
Kalem saja, kamu sudah melewati semuanya dengan (setidaknya) tidak mengecewakan. Seandainya kamu tahu, kecintaanmu pada manusia membikin aku terharu. Kamu telah belajar tentang sisi baik sekaligus sisi buruk manusia. Kamu telah memahami dengan cukup matang bagaimana kebaikan manusia terbalas dengan kebaikan yang lebih. Kamu juga telah menyaksikan bagaimana manusia saling menyakiti. Itu pelajaran hidup yang sangat mahal, dan kamu mendapatkannya dengan cuma-cuma.
Tahukah kamu, kalau selama ini, Tuhan baik sekali kepadamu. Dia menjagamu, selalu. Kamu ingat peristiwa kenekatanmu kala itu? Kamu selamat berkat Tuhan, bukan yang lain. Kamu ingat seseorang membahayakan hidupmu? Itu juga karena Tuhan melindungimu. Kamu ingat bagaimana orang-orang meninggalkanmu? Kamu tetap menjadi manusia yang baik, tidak menyumpahi yang buruk-buruk, malah mendoakan kebaikan buat mereka. Kamu kuat sekali, kamu sabar, kamu mampu menahan diri. Daann, yang membikin aku lebih bangga padamu ialah, di saat kamu berada dalam ruangan yang menguji iman, kamu tetap menjadi anak umi yang bertuhan.
Seseorang (yang sedang tidak terlihat) pernah bilang yang intinya, jangan takut menghadapi masalah. Kehadiran masalah itu penting, untuk mengetahui kadar kedewasaan kita. Masih katanya (juga), masalah yang akan membikin kita naik tingkat. Ya, dia benar. Tanpa ada masalah, selamanya kita hanya akan menjadi anak kecil.
Well, hari ini yang akan segera menjadi kemarin, kamu sudah berusia bukan lagi anak-anak. Mestinya kamu sudah dewasa dan matang secara spiritual dan emosional. Kamu punya bekal kemampuan membaca, tapi kemampuanmu juga ada batasnya. Jangan cepat merasa puas dengan prestasi yang sudah kamu raih dengan segenap usaha. Jangan pernah sombong menjadi orang baik. Ingat, tidak ada orang baik yang mengakui dirinya baik. Lagi, kamu orang yang pemberani dan mandiri secara psike. Namun, pesanku, jangan pernah tidak takut. Ingat kata umi, hidup kita ada batasnya, Tuhan yang membatasi. Dunia tidak bisa selalu berbaik hati padamu. Kamu harus tetap waspada dengan siapa saja, dengan orang terdekatmu sekalipun.
Itu yang pertama. Kedua, jangan mudah mengeluh. Kemarin, kamu sering mengunder-estimate diri, kamu bilang kamu tidak bisa melakukannya (suatu pekerjaan), kamu bilang itu sulit. Pada muaranya, pekerjaan itu selesai pada waktunya dan hasilnya tidak terlalu buruk. Kamu sering sekali begitu, menggerutu tidak bisa padahal bisa. Kurangilah, pelan-pelan saja. Belajar lebih percaya diri dengan kemampuanmu sendiri. Kalau kamu tidak menghargai kemampuanmu, bagaimana dengan orang lain?
Ketiga, berhentilah berusaha menyenangkan semua orang. Ini hal yang agaknya memang tidak mungkin karena setiap orang memiliki pendapatnya masing-masing. Kamu bilang kamu mencintai manusia. Kamu bilang, kalau kamu tidak bisa membahagiakan manusia, minimal jangan membikin manusia terluka. Well, itu baik, tapi jangan hanya berfokus pada orang lain lantas lupa pada diri sendiri. Berhentilah “selalu” mengorbankan dirimu untuk kebahagiaan orang lain. Kalau kamu masih seperti itu, sungguh, humanisme yang acap kali kamu sebut itu, dangkal sekali. Kamu menghargai orang lain, tetapi kamu malah tidak menghargai dirimu sendiri. Humanisme macam apa itu?
Keempat, kembangkan kolaborasi, jangan mengerjakan semuanya sendiri. Kamu memiliki banyak teman yang baik. Eksploitasi sajalah mereka. Jangan segan untuk meminta bantuan. Giringlah agar mereka merasakan bahwa keberadaan mereka dibutuhkan. Tolong, kurangi sedikit keras kepalamu yang tidak ingin merepotkan orang lain. Faktanya, di dunia ini kamu tidak hidup sendirian, kamu hidup dengan orang lain. Buatlah mereka terharu karena permintaanmu yang akan membuat bangga mereka pada akhirnya.
Kelima, jangan pernah tidak menikmati hidup. Bahagia itu pilihan. Yang boleh bahagia bukan yang punya banyak uang saja. Yang boleh bahagia bukan yang punya banyak teman saja. Siapapun berhak untuk memilih bahagia, dengan versi masing-masing tentunya. Kamu sudah tahu bagaimana caranya bahagia kan? Ya, dengan sabar dan syukur. Fokuslah pada hal-hal yang bisa bikin kamu bahagia, bukan pada hal-hal yang “seharusnya” bisa membikinmu bahagia. Jangan khawatirkan apa kata orang yang berpotensi melemahkan. Selama yang kamu lakukan itu baik, percayalah bahwa kebaikan itu berotasi. 
Keenam, jangan mengulangi kesalahan yang sama. Kalau kamu melakukan kesalahan yang sama dua kali, ini bukti kalau kamu tidak belajar! Kita sudah sering membahas ini sebelumnya. Ingat, kamu manusia, bukan keledai. Kamu punya otak untuk menalar. Kamu punya hati untuk merasakan. Kamu punya kelengkapan raga dan jiwa. Semua itu Tuhan karuniakan agar kamu belajar, belajar melihat berbagai kemungkinan di depan, belajar dari kesalahan yang pernah kamu lakukan di belakang.
Ketujuh, jangan salah prioritas. Kamu tahu, akhir-akhir ini kamu sibuk sekali. Idealismemu yang lebih mengutamakan orang yang ada di depan matamu, berpotensi menjauhkanmu dengan orang-orang yang ada di hatimu. Buatlah skala, buatlah tanda orang-orang mana yang harus kamu dahulukan. Buatlah hatimu agar selalu dekat dengan mereka. Untuk meminimalkan lupa, rekamlah nama mereka, gambar mereka, atau kenangan-kenangan bersama mereka. Tempatkan itu semua di ruang yang dekat dengan dirimu saban hari.
Kedelapan, kurangilah keras kepalamu dengan karaktermu yang perfeksionis. Daripada merencanakan, menyiapkan, dan menunggu semuanya sempurna, lakukanlah segera. “Selesai” lebih baik daripada sempurna.
Kesembilan, jangan mendendam, berusahalah memaafkan kesalahan orang lain, pun diri sendiri. Ini juga pernah kita bahas sebelumnya. Salah itu perlu, malah harus. Mereka yang telah berlaku salah padamu, yang telah melukai hatimu, atau menampar keras idealismemu, itu bukti kebesaran hatimu untuk menerima keadaan. Jangan jadi muslimah nyebelin yang enggak mau memaafkan orang lain. 
Kesepuluh, jaga senyummu. Sepele, namun kamu sering mengabaikannya. Apapun yang terjadi, manajemenlah senyum. Orang-orang terbaikmu sudah lebih cerdas, sudah bisa membedakan mana senyum biru cerah dan biru gelapmu. Berceritalah. Berikan kesempatan kepada mereka untuk menyimak cerita tentang nabi-nabi dalam hidupmu. 
Kesebelas, ini penting sekali, jagalah salatmu. Upayakan salat tepat waktu, bukan salat di waktu yang tepat. Kalau salatmu terjaga dengan baik, semua yang baik-baik akan mengikuti. Malulah pada diri sendiri, kalau kamu membalas pesan teman-teman, dengan menomorduakan panggilan Tuhan. Jangan bikin Tuhan cemburu, itu tidak baik, tidak sopan.
Dan, semoga ini bukan pesan yang terakhir, pantaskan dirimu, untuk dia (yang sudah Tuhan arahkan untuk menemukanmu). Dua puluh satu tahun, ternyata dengan atau tanpa dia yang kamu cinta, kamu bisa bertahan sampai detik ini. Kamu boleh menaruh cinta padanya, tetapi kamu tidak boleh berharap padanya. Bukankah berharap pada manusia hanya akan membuahkan kecewa? Jangan terlampau cemas dengan seseorang yang juga sedang berjuang menemukanmu. Tugasmu ialah memantaskan diri, sampai akhirnya Tuhan mempertemukanmu pada hati di mana pencarianmu akan terhenti.
Itu dulu, ya.. Selamat atas dua puluh satu yang membanggakan, bagi orang-orang yang bangga padamu. Terima kasih atas perjuangan besarmu untuk terus berproses menjadi manusia yang paripurna. Terima kasih atas segenap usaha kerasmu. Terima kasih atas setiap ikhlasmu, juga sabarmu.
Selamat menjalani masa-masa setelah ini yang pasti akan lebih berat, untuk kamu, yang aku janji, suatu saat, aku akan membikinmu bangga.

Tertanda, diriku.

_____________________
Whoaa, dengan alunan musik latar Hans Zimmer dan Richard Harvey, akhirnya tulisan ini selesai juga. Selamat menempuh perjalanan yang harus lebih hebat, wahai aku! Surat ini akan kujaga, tentu. Karena bagiku, surat ini jauh lebih berharga, ketimbang kejutan-kejutan yang akan segera lenyap dalam sapuan kejadian-kejadian baru yang akan menguap bersama angin, lalu mengendap dalam ruang kenangan. Sebatas itulah, keajaiban sebuah kejutan tanpa rekaman. Selanjutnya, mari tetap menulis, untuk merawat ingatan kita. Well, terima kasih, kamu (diriku) yang telah memilih berbeda, untukku. Asal kamu tahu, aku lebih melting dibuatkan cerita, daripada disuguhi cendera mata.

Purwokerto, 21 November ke-22.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar